Lowongan Pekerjaan

Assalamualaikum

dicari :
Pria , diutamakan S1 segela jurusan
Energik
memiliki kendaraan motor
Bertempat tinggal di jogja


Bekerja sebagai "Admin Kontraktor"


Pendaftaran datang langsung ke Kantor Entrpreneur Campus STMIK AMIKOM Yogyakarta.
hubungi : 0274 922 9225

Rintangan Dakwah



Gema dakwah jahriyah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam terhadap kerabat dekat beliau terus menggema di seantero kota Makkah hingga turun firman Allah:

فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ

“Maka sampaikanlah olehmu segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik” (QS. Al Hijr: 94)

Kemudian Rasululloh menyingsingkan lengan bajunya untuk menyampaikan kebenaran kepada seluruh penduduk Makkah. Beliau mengajak manusia meninggalkan penyembahan berhala dan semua jenis paganisme yang sudah mengakar pada mereka. Disamping juga menyampaikan hakikat Islam dan membantah aqidah-aqidah batil yang sudah mencengkram akal para penduduk Makkah.





Ketika itulah kaum Quraisy melihat pengaruh dakwah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ini tidak terbatas, tidak sebagaimana keadaan orang terdahulu yang telah mengajak meninggalkan paganisme seperti Zaid bin Nufail dan semisalnya.

Oleh karena itu mereka bangkit menghadang dakwah dan mengambil beraneka ragam cara dan sarana untuk menghadang dakwah yang mereka anggap mengancam kemaslahatan mereka. Dakwah yang mereka anggap akan menghancurkan harga diri dan ambisi serta kedudukan mereka ditanah haram.

Diantara cara dan sarana terpenting yang mereka gunakan untuk menghadang dakwah mulia ini adalah:

1. Berusaha mempengaruhi Abu Thalib untuk menghentikan dakwah Rasulullah atau menghentikan perlinduangan beliau terhadap Rasulullah.

Dikisahkan bahwa sejumlah tokoh terkemuka Quraisy mendatangi Abu Thalib dan menyatakan: Sungguh keponakanmu telah mencaci maki tuhan-tuhan kita, mencela agama kita, menuduh pikiran kita bodoh dan memvonis nenek moyang kita sesat. Pilih kamu menghentikannya atau kamu biarkan (tidak turut campur) antara kami dan dia. Karena kamu dan kami sama-sama menyelisihinya, maka kami cukupkan kamu untuk menghentikannya. Lalu Abu Thalib menyampaikan kepada mereka ungkapan yang lembut dan menolaknya dengan halus.[1]

2. Ancaman keras kepada Rasulullah dan Abu Thalib.
Ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tetap berkeras tidak menghentikan dakwahnya dan Abu Thalib pun tidak melepas perlindungannya, maka kaum Quraisy mengambil cara lain untuk menghentikan dakwah beliau; yaitu dengan ancaman. Oleh karena itulah Abu Thalib akhirnya menyampaikan kepada Rasululloh keinginannya agar beliau menghentikan dakwahnya terlebih dahulu. Namun Rasulullah tetap menolaknya. Diriwayatkan Ibnu Ishaaq, Al Bukhori dalam kitan tarikhnya dan Al Baihaqi dengan sanad hasan dari hadits Aqiel bin Abi Thalib bahwa Abu Tholib mengutusnya memanggil Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam, setelah sampai maka Abu Thalib berkata kepadanya:

“Sungguh bani pamanmu (Quraisy) telah menyatakan bahwa kamu menyakiti mereka di tempat pertemuan dan masjid mereka. Berhentilah dari menyakiti mereka!”. Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mendongakkan pandangannya kelangit sambil berkata: “Apakah kalian melihat matahari itu?” Mereka menjawab: “Ya”. Beliau berkata lagi: “Tidaklah aku lebih mampu meninggalkan hal itu (dakwah islam (pen)) dari kalian walaupun kalian dapat mengambil dari matahari tersebut cahaya“. Maka Abu Tholib pun menyatakan: “Demi Allah! keponakanku tidak berdusta, maka kembalilah kalian!”.[2]

Demikian juga terhadap Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam langsung sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad dan Al Bukhori serta At Tirmidzi dari Ibnu Abas Radhiallahu’anhu :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ أَبُو جَهْلٍ لَئِنْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي عِنْدَ الْكَعْبَةِ لَآتِيَنَّهُ حَتَّى أَطَأَ عَلَى عُنُقِهِ قَالَ فَقَالَ لَوْ فَعَلَ لَأَخَذَتْهُ الْمَلَائِكَةُ عِيَانًا
“Beliau berkata: Abu Jahal pernah berkata: Seandainya aku melihat Rasululoh n sholat di Ka’bah tentu aku akan mendatanginya hingga menginjak lehernya. Ibnu Abas berkata: Lalu Rasululloh n bersabda: Seandainya ia berbuat tentulah para malaikat akan menyiksanya secara terang-terangan“.[3]

3. Tuduhan batil untuk menjauhkan manusia dari beliau Shallallahu’alaihi Wasallam.

Diantara tuduhan tersebut adalah:
a. Tuduhan beliau gila

Sebagaimana Firman Allah:
وَقَالُوا يَا أَيُّهَا الَّذِي نُزِّلَ عَلَيْهِ الذِّكْرُ إِنَّكَ لَمَجْنُونٌ
“Mereka berkata:”Hai orang yang diturunkan al-Qur’an kepadanya, sesungguhnya kamu benar-benar orang yang gila” (QS. Al Hijr 15:6)
lalu Allah bantah dengan firmanNya:
مَا أَنْتَ بِنِعْمَةِ رَبِّكَ بِمَجْنُونٍ
“Berkat nikmat Rabbmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila” (QS. Al Qalam 68:2)

Demikian juga dijelaskan tuduhan mereka ini dalam firmanNya yang lain:
وَإِنْ يَكَادُ الَّذِينَ كَفَرُوا لَيُزْلِقُونَكَ بِأَبْصَارِهِمْ لَمَّا سَمِعُوا الذِّكْرَ وَيَقُولُونَ إِنَّهُ لَمَجْنُونٌ
“Dan sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, tatkala mereka mendengar al-Qur’an dan mereka berkata: ‘Sesungguhnya ia (Muhammad) benar-benar orang yang gila’ “. (QS. Al Qalam 68: 51)

b. Mereka menuduh Rasulullah sebagai tukang Sihir atau terkena sihir.

Dalam hal ini Allah jelaskan dalam firman-Nya:
وَعَجِبُوا أَنْ جَاءَهُمْ مُنْذِرٌ مِنْهُمْ وَقَالَ الْكَافِرُونَ هَذَا سَاحِرٌ كَذَّابٌ
“Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata :”ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta“. (QS. Shaad 38:4)

dan firmanNya:
أَوْ يُلْقَى إِلَيْهِ كَنْزٌ أَوْ تَكُونُ لَهُ جَنَّةٌ يَأْكُلُ مِنْهَا وَقَالَ الظَّالِمُونَ إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلا رَجُلا مَسْحُورًا
“Dan orang-orang yang zalim itu berkata:”Kamu sekalian tidak lain hanyalah mengikuti seorang lelaki yang kena sihir.” (QS. Al Furqan 25:8)

c. Tuduhan berbuat Dusta

Seperti dijelaskan dalam firmanNya:
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ هَذَا إِلا إِفْكٌ افْتَرَاهُ وَأَعَانَهُ عَلَيْهِ قَوْمٌ آخَرُونَ فَقَدْ جَاءُوا ظُلْمًا وَزُورًا
“Dan orang-orang kafir berkata:”al-Qur’an ini tidak lain hanyalah kebohongan yang diada-adakan oleh Muhammad, dan dia dibantu oleh kaum yang lain; maka sesungguhnya mereka telah berbuat suatu kezaliman dan dusta yang besar” (QS. Al Furqan 25:4)

d. Membawa dongengan-dongengan orang-orang terdahulu.

Ini dijelaskan Allah dalam firmanNya:
وَقَالُوا أَسَاطِيرُ الأوَّلِينَ اكْتَتَبَهَا فَهِيَ تُمْلَى عَلَيْهِ بُكْرَةً وَأَصِيلا
“Dan mereka berkata: ‘Dongengan-dongengan orang-orang dahulu, dimintanya supaya dituliskan, maka dibacakanlah dongengan itu kepadanya setiap pagi dan petang“. (QS. Al Furqan 25:5)

e. Menuduh bahwa Al Qur’an bukan dari Allah namun berasal dari manusia

Seperti digambarkan Allah dalam firmanNya:
وَلَقَدْ نَعْلَمُ أَنَّهُمْ يَقُولُونَ إِنَّمَا يُعَلِّمُهُ بَشَرٌ لِسَانُ الَّذِي يُلْحِدُونَ إِلَيْهِ أَعْجَمِيٌّ وَهَذَا لِسَانٌ عَرَبِيٌّ مُبِينٌ
“Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata: “Sesungguhnya al-Qur’an itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad)”. Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa ‘Ajam, sedang al-Qur’an adalah dalam bahasa Arab yang terang” (QS. 16:103)

Demikianlah sebagian cara dan sarana yang digunakan kaum musyrikin Quraisy dalam menghalangi dakwah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam.

Masih banyak lagi cara dan sarana yang digunakan mereka yang insya Allah akan dipaparkan pada tulisan lain.

Wabillahi At Taufiq

[1] Riwayat ini disampaikan Ibnu Hisyam dari riwayat Ibnu Ishaq tanpa sanad periwayatan. Sehingga riwayat ini lemah walaupun masyhur dalam buku-buku sejarah Nabi.

[2] Syaikh Al Albani dalam kitab Shahih Al Sirah Al Nabawiyah hal 143 menyatakan: “Hadits ini telah dikeluarkan Al Haakim dalam Al Mustadrak 3/577 dari sisi lain yang tidak sama dengan riwayat Al Baihaqi ini. Dan poros sanadnya ada pada Tholhah bin Yahya dari Musa bin Tholhah dari Aqiel. Sanadnya hasan sebagaimana telah dijelaskan dalam kitab Al Shohihah 92. adapun hadits yang berbunyi: Wahai pamanku! Seandainya mereka meletakkan matahari ditangan kananku…. Tidak aku sampaikan disini kerena lemah walaupun sangat masyhur. Tentang lafadz ini telah dijelaskan dalam kitab Al Dhoifah 913″.

[3] Al Musnad 1/368 dan Al Bukhari 4958 dan Al Tirmidzi 3406.



Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.
Artikel UstadzKholid.Com

Nasehat Untuk Remaja Muslim




Kami persembahkan nasehat ini untuk saudara-saudara kami terkhusus para pemuda dan remaja muslim. Mudah-mudahan nasehat ini dapat membuka mata hati mereka sehingga mereka lebih tahu tentang siapa dirinya sebenarnya, apa kewajiban yang harus mereka tunaikan sebagai seorang muslim, agar mereka merasa bahwa masa muda ini tidak sepantasnya untuk diisi dengan perkara yang bisa melalaikan mereka dari mengingat Allah subhanahu wata’ala sebagai penciptanya, agar mereka tidak terus-menerus bergelimang ke dalam kehidupan dunia yang fana dan lupa akan negeri akhirat yang kekal abadi.

Wahai para pemuda muslim, tidakkah kalian menginginkan kehidupan yang bahagia selamanya? Tidakkah kalian menginginkan jannah (surga) Allah subhanahu wata’ala yang luasnya seluas langit dan bumi?

Ketahuilah, jannah Allah subhanahu wata’ala itu diraih dengan usaha yang sungguh-sungguh dalam beramal. Jannah itu disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa yang mereka tahu bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara, mereka merasa bahwa gemerlapnya kehidupan dunia ini akan menipu umat manusia dan menyeret mereka kepada kehidupan yang sengsara di negeri akhirat selamanya. Allah subhanahu wata’ala berfirman:

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

“Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (Ali ‘Imran: 185)

Untuk Apa Kita Hidup di Dunia?

Wahai para pemuda, ketahuilah, sungguh Allah subhanahu wata’ala telah menciptakan kita bukan tanpa adanya tujuan. Bukan pula memberikan kita kesempatan untuk bersenang-senang saja, tetapi untuk meraih sebuah tujuan mulia. Allah subhanahu wata’ala berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (Adz Dzariyat: 56)

Beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Itulah tugas utama yang harus dijalankan oleh setiap hamba Allah.

Dalam beribadah, kita dituntut untuk ikhlas dalam menjalankannya. Yaitu dengan beribadah semata-mata hanya mengharapkan ridha dan pahala dari Allah subhanahu wata’ala. Jangan beribadah karena terpaksa, atau karena gengsi terhadap orang-orang di sekitar kita. Apalagi beribadah dalam rangka agar dikatakan bahwa kita adalah orang-orang yang alim, kita adalah orang-orang shalih atau bentuk pujian dan sanjungan yang lain.


Umurmu Tidak Akan Lama Lagi


Wahai para pemuda, jangan sekali-kali terlintas di benak kalian: beribadah nanti saja kalau sudah tua, atau mumpung masih muda, gunakan untuk foya-foya. Ketahuilah, itu semua merupakan rayuan setan yang mengajak kita untuk menjadi teman mereka di An Nar (neraka).

Tahukah kalian, kapan kalian akan dipanggil oleh Allah subhanahu wata’ala, berapa lama lagi kalian akan hidup di dunia ini? Jawabannya adalah sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala:

وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui apa yang akan dilakukannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Luqman: 34)

Wahai para pemuda, bertaqwalah kalian kepada Allah subhanahu wata’ala. Mungkin hari ini kalian sedang berada di tengah-tengah orang-orang yang sedang tertawa, berpesta, dan hura-hura menyambut tahun baru dengan berbagai bentuk maksiat kepada Allah subhanahu wata’ala, tetapi keesokan harinya kalian sudah berada di tengah-tengah orang-orang yang sedang menangis menyaksikan jasad-jasad kalian dimasukkan ke liang lahad (kubur) yang sempit dan menyesakkan.

Betapa celaka dan ruginya kita, apabila kita belum sempat beramal shalih. Padahal, pada saat itu amalan diri kita sajalah yang akan menjadi pendamping kita ketika menghadap Allah subhanahu wata’ala. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

يَتْبَعُ الْمَيِّتَ ثَلاَثَةٌ: أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ, فَيَرْجِعُ اثْنَانِ وَيَبْقَى وَاحِدٌ, يَرْجِعُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَيَبْقَى عَمَلُهُ.

“Yang mengiringi jenazah itu ada tiga: keluarganya, hartanya, dan amalannya. Dua dari tiga hal tersebut akan kembali dan tinggal satu saja (yang mengiringinya), keluarga dan hartanya akan kembali, dan tinggal amalannya (yang akan mengiringinya).” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Wahai para pemuda, takutlah kalian kepada adzab Allah subhanahu wata’ala. Sudah siapkah kalian dengan timbangan amal yang pasti akan kalian hadapi nanti. Sudah cukupkah amal yang kalian lakukan selama ini untuk menambah berat timbangan amal kebaikan.

Betapa sengsaranya kita, ketika ternyata bobot timbangan kebaikan kita lebih ringan daripada timbangan kejelekan. Ingatlah akan firman Allah subhanahu wata’ala:

فَأَمَّا مَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ وَمَا أَدْرَاكَ مَا هِيَهْ نَارٌ حَامِيَةٌ

“Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu? (Yaitu) api yang sangat panas.” (Al Qari’ah: 6-11)

Bersegeralah dalam Beramal

Wahai para pemuda, bersegeralah untuk beramal kebajikan, dirikanlah shalat dengan sungguh-sungguh, ikhlas dan sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Karena shalat adalah yang pertama kali akan dihisab nanti pada hari kiamat, sebagaimana sabdanya:

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلاَةُ

“Sesungguhnya amalan yang pertama kali manusia dihisab dengannya di hari kiamat adalah shalat.” (HR. At Tirmidzi, An Nasa`i, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad. Lafazh hadits riwayat Abu Dawud no.733)

Bagi laki-laki, hendaknya dengan berjama’ah di masjid. Banyaklah berdzikir dan mengingat Allah subhanahu wata’ala. Bacalah Al Qur’an, karena sesungguhnya ia akan memberikan syafaat bagi pembacanya pada hari kiamat nanti.

Banyaklah bertaubat kepada Allah subhanahu wata’ala. Betapa banyak dosa dan kemaksiatan yang telah kalian lakukan selama ini. Mudah-mudahan dengan bertaubat, Allah subhanahu wata’ala akan mengampuni dosa-dosa kalian dan memberi pahala yang dengannya kalian akan memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.

Wahai para pemuda, banyak-banyaklah beramal shalih, pasti Allah subhanahu wata’ala akan memberi kalian kehidupan yang bahagia, dunia dan akhirat. Allah subhanahu wata’ala berfirman:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.” (An Nahl: 97)

Engkau Habiskan untuk Apa Masa Mudamu?

Pertanyaan inilah yang akan diajukan kepada setiap hamba Allah subhanahu wata’ala pada hari kiamat nanti. Sebagaimana yang diberitakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam salah satu haditsnya:

لاَ تَزُوْلُ قَدَمُ ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ : عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ شَبَابِهِ فِيْمَا أَبْلاَهُ وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَا أَنْفَقَهُ وَمَاذَا عَمِلَ فِيْمَا عَلِمَ.

“Tidak akan bergeser kaki anak Adam (manusia) pada hari kiamat nanti di hadapan Rabbnya sampai ditanya tentang lima perkara: umurnya untuk apa dihabiskan, masa mudanya untuk apa dihabiskan, hartanya dari mana dia dapatkan dan dibelanjakan untuk apa harta tersebut, dan sudahkah beramal terhadap ilmu yang telah ia ketahui.” (HR. At Tirmidzi no. 2340)

Sekarang cobalah mengoreksi diri kalian sendiri, sudahkah kalian mengisi masa muda kalian untuk hal-hal yang bermanfaat yang mendatangkan keridhaan Allah subhanahu wata’ala? Ataukah kalian isi masa muda kalian dengan perbuatan maksiat yang mendatangkan kemurkaan-Nya?

Kalau kalian masih saja mengisi waktu muda kalian untuk bersenang-senang dan lupa kepada Allah subhanahu wata’ala, maka jawaban apa yang bisa kalian ucapkan di hadapan Allah subhanahu wata’ala Sang Penguasa Hari Pembalasan? Tidakkah kalian takut akan ancaman Allah subhanahu wata’ala terhadap orang yang banyak berbuat dosa dan maksiat? Padahal Allah subhanahu wata’ala telah mengancam pelaku kejahatan dalam firman-Nya:

مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ وَلَا يَجِدْ لَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا

“Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah.” (An Nisa’: 123)

Bukanlah masa tua yang akan ditanyakan oleh Allah subhanahu wata’ala. Oleh karena itu, pergunakanlah kesempatan di masa muda kalian ini untuk kebaikan.

Ingat-ingatlah selalu bahwa setiap amal yang kalian lakukan akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah subhanahu wata’ala.

Jauhi Perbuatan Maksiat





Apa yang menyebabkan Adam dan Hawwa dikeluarkan dari Al Jannah (surga)? Tidak lain adalah kemaksiatan mereka berdua kepada Allah subhanahu wata’ala. Mereka melanggar larangan Allah subhanahu wata’ala karena mendekati sebuah pohon di Al Jannah, mereka terbujuk oleh rayuan iblis yang mengajak mereka untuk bermaksiat kepada Allah subhanahu wata’ala.

Wahai para pemuda, senantiasa iblis, setan, dan bala tentaranya berupaya untuk mengajak umat manusia seluruhnya agar mereka bermaksiat kepada Allah subhanahu wata’ala, mereka mengajak umat manusia seluruhnya untuk menjadi temannya di neraka. Sebagaimana yang Allah subhanahu wata’ala jelaskan dalam firman-Nya (yang artinya):

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ

“Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka jadikanlah ia musuh(mu), karena sesungguhnya setan-setan itu mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Fathir: 6)

Setiap amalan kejelekan dan maksiat yang engkau lakukan, walaupun kecil pasti akan dicatat dan diperhitungkan di sisi Allah subhanahu wata’ala. Pasti engkau akan melihat akibat buruk dari apa yang telah engkau lakukan itu. Allah subhanahu wata’ala berfirman (yang artinya):

وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

“Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sekecil apapun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (Az Zalzalah: 8)

Setan juga menghendaki dengan kemaksiatan ini, umat manusia menjadi terpecah belah dan saling bermusuhan. Jangan dikira bahwa ketika engkau bersama teman-temanmu melakukan kemaksiatan kepada Allah subhanahu wata’ala, itu merupakan wujud solidaritas dan kekompakan di antara kalian. Sekali-kali tidak, justru cepat atau lambat, teman yang engkau cintai menjadi musuh yang paling engkau benci. Allah subhanahu wata’ala berfirman:

إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ

“Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu karena (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kamu (dari mengerjakan perbuatan itu).” (Al Maidah: 91)

Demikianlah setan menjadikan perbuatan maksiat yang dilakukan manusia sebagai sarana untuk memecah belah dan menimbulkan permusuhan di antara mereka.

Ibadah yang Benar Dibangun di atas Ilmu

Wahai para pemuda, setelah kalian mengetahui bahwa tugas utama kalian hidup di dunia ini adalah untuk beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala semata, maka sekarang ketahuilah bahwa Allah subhanahu wata’ala hanya menerima amalan ibadah yang dikerjakan dengan benar. Untuk itulah wajib atas kalian untuk belajar dan menuntut ilmu agama, mengenal Allah subhanahu wata’ala, mengenal Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam, dan mengenal agama Islam ini, mengenal mana yang halal dan mana yang haram, mana yang haq (benar) dan mana yang bathil (salah), serta mana yang sunnah dan mana yang bid’ah.

Dengan ilmu agama, kalian akan terbimbing dalam beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala, sehingga ibadah yang kalian lakukan benar-benar diterima di sisi Allah subhanahu wata’ala. Betapa banyak orang yang beramal kebajikan tetapi ternyata amalannya tidak diterima di sisi Allah subhanahu wata’ala, karena amalannya tidak dibangun di atas ilmu agama yang benar.

Oleh karena itu, wahai para pemuda muslim, pada kesempatan ini, kami juga menasehatkan kepada kalian untuk banyak mempelajari ilmu agama, duduk di majelis-majelis ilmu, mendengarkan Al Qur’an dan hadits serta nasehat dan penjelasan para ulama. Jangan sibukkan diri kalian dengan hal-hal yang kurang bermanfaat bagi diri kalian, terlebih lagi hal-hal yang mendatangkan murka Allah subhanahu wata’ala.

Ketahuilah, menuntut ilmu agama merupakan kewajiban bagi setiap muslim, maka barangsiapa yang meninggalkannya dia akan mendapatkan dosa, dan setiap dosa pasti akan menyebabkan kecelakaan bagi pelakunya.

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ.

“Menuntut ilmu agama itu merupakan kewajiban bagi setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah no.224)

Akhir Kata

Semoga nasehat yang sedikit ini bisa memberikan manfaat yang banyak kepada kita semua. Sesungguhnya nasehat itu merupakan perkara yang sangat penting dalam agama ini, bahkan saling memberikan nasehat merupakan salah satu sifat orang-orang yang dijauhkan dari kerugian, sebagaimana yang Allah subhanahu wata’ala firmankan dalam surat Al ‘Ashr:

وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasehat- menasehati dalam kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Al ‘Ashr: 1-3)

Wallahu ta‘ala a’lam bishshowab.

Sumber: Buletin Al-Ilmu, Penerbit Yayasan As-Salafy Jember

Nasehat Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil Buhuts Al-‘Ilmiyyah Wal Ifta’

Pertanyaan:

Bagaimana seorang muslim menempuh jalan keselamatan? Apa yang harus dilakukannya dalam menempuh kehidupan yang penuh dengan hal-hal yang bersifat materi ini, yang manusia sangat berlebihan dalam bergelimang padanya sehingga menyebabkan kerasnya hati-hati mereka, Wal ‘Iyadzubillah?

Apa nasehat dan arahan anda kepada saya sebagai seorang pemuda berusia 20 tahun yang cenderung kepada dunia? Apa buku-buku yang anda nasehatkan kepada kami untuk dibaca?
Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil Buhuts Al-‘Ilmiyyah Wal Ifta’ menjawab:

Wajib atas engkau untuk bertaqwa kepada Allah ta’ala, mentaati-Nya, dan mentaati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, berpegang teguh dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam, melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi engkau dan menjauhi hal-hal yang tidak bermanfaat, menjauhi berbagai fitnah, senantiasa berbuat baik dan menghindari segala bentuk kejelekan, memperbanyak membaca Al-Qur’an disertai dengan upaya memahami maknanya, menjaga dzikir-dzikir yang shahih dan tsabit dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam disertai dengan sikap rendah diri dan menghadirkan hati (khusyu’), membaca kitab (buku-buku) yang banyak terdapat di dalamnya hikmah-hikmah dan nasehat-nasehat seperti kitab Al-Fawa’id dan kitab Ad-Da’u Wad Dawa’ yang keduanya karangan Ibnul Qayyim rahimahullah, berdo’alah kepada Allah dalam sujud engkau dengan do’a-do’a yang terdapat dalam As-Sunnah disertai dengan rendah diri dan khusyu’, mudah-mudahan Allah memberikan hidayah dan melapangkan hati engkau untuk berada di atas kebaikan, dan menjaga engkau dari segala fitnah yang nampak maupun tersembunyi.

Dan di antara kitab-kitab yang bermanfaat adalah Zadul Ma’ad Fi Hadyi Khairil ‘Ibad, Ighatsatul Lahfan yang keduanya karangan Ibnul Qayyim rahimahullah, dan juga kitab Fathul Majid Syarh Kitab At-Tauhid, disertai dengan perhatian kepada kitab Ash-Shahihain (Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim) dan tafsri Ibni Katsir.

وصلى الله على نبينا محمد وصحبه وسلم.

[Fatawa Islamiyyah IV/498]

Sumber: http://www.assalafy.org/mahad/?p=418

Kecantikan Paras Itu Hanyalah Senipis Kulit




Pernah dengarkah yang kecantikan paras itu hanyalah senipis kulit?

Kalimat yang terpapar di wall facebook seorang teman. Membuat kepala saya angguk tanda setuju dengan persoalan tersebut. Kecantikan merupakan sesuatu yang abstrak pada pandangan manusia. Walaupun kadangkala ianya sesuatu yang objektif mengikut standarisasinya tersendiri di kalangan para pencinta keanggunan dan kecantikan. Untuk siapa? Cantik tentu tidak ditujukan kepada lelaki, justeru wanita!

Kecantikan merupakan suatu anugerah. Ramai wanita yang cantik… lupa bahawa kecantikan yang diberikan kepadanya bukan untuk dibangga-banggakan. Sehingga ia lupa maksud penciptaan. Auratnya diumbar, didedahkan… malah menjadi hiasan eksotik yang dijual belikan di publik.

Lebih dari itu, dengan kelebihan paras rupa yang Allah beri, manusia kadang lupa diri. Terasa asyik dengan pujian dan pandangan manusia. Tanpa ia sedar, bahawa pemberian yang datang dari Allah itu, boleh ditarik nikmatnya pada bila-bila masa sahaja, kerana ia merupakan pinjaman dari Sang Pemilik Mutlak. Manusia alpa!

Cuba fikirkan!

Paras yang cantik, wajah yang anggun, kulit yang putih manis… tiba-tiba terlecur kerana leka, tergores hingga luka, atau…. tersiat kulit pada sebahagian muka kita… apakah wajah dan paras kita itu masih dikira cantik dan anggun? Tentu sebaliknya bukan? Atau bahkan MENGERIKAN? Jika mahu lebih menyelami maksud saya…. lihat saja wajah watak Two Face di dalam filem superhero barat Batman. Apakah anda tidak ngeri melihat wajahnya yang kacak, lalu bertukar wajah seperti manusia jadi-jadian yang… ah, kalian fikirkanlah sendiri!

Ketahuilah wahai teman,

Kecantikan itu sementara. Bertasbih dan bertahmidlah di atas kurniannya yang bersifat sementara, yang dipinjamkan kepada kita, agar kita mensyukuri dan menggunakannya agar kita beribadah kepadaNya. Sebagaimana pangkat, derajat dan nikmat-nikmat lainnya, kita bakal dipertanggungjawabkan di atas nikmat yang Allah kurniakan tersebut! Wahai Si Cantik, untuk apakah kecantikan yang diberikan kepadamu itu… kamu gunakan? Riyak? Takabbur? Meninggi diri? Atau… untuk beribada hanya semata-mata kepada Allah… AllahuAkbar!!!

Lihatlah Tsunami di Banda Acheh, Ribut Gred di Sabah, Taufan Kathrina di AS, Banjir alam baru-baru ini di Kelantan, dan musibah-musibah alam lainnya di muka bumi! Perhatikanlah dengan seksama, adakah yang lebih hebat dari Allah Azza Wajallah?

Fikir sejenak, dan bermuhasabahlah. Terasa hebat dengan kekayaan? Terasa bangga dengan kedudukan? Terasa asyik dengan kecantikan?

Beristighfarlah. Mintalah pengampunan dari Allah, kerana sesungguhnya apa yang kekal hanyalah Allah.

“Allah tidak ada Ilah melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Siapakah yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya, Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”. (TMQ Al-Baqarah[2]: 255)


Klik Disini


Sumber:
http://bahrulfikri.wordpress.com/2009/12/30/kecantikan-paras-itu-hanyalah-senipis-kulit/

FATWA ULAMA MENGENAI PERGAULAN WANITA DAN PRIA





Di bawah ini terdapat sejumlah fatwa ulama besar yang berkedudukan di Saudi Arabia tentang berbagai masalah penting yang sangat dibutuhkan oleh setiap muslim dan muslimah.

1. Alasan Diharamkannya Berjabat Tangan dengan Wanita Bukan Mahram

Tanya: Mengapa Islam mengharamkan laki-laki berjabatan tangan dengan wanita bukan mahram? Batalkah wudhu seorang laki-laki yang berjabat tangan dengan wanita tanpa syahwat?

Jawab : Islam mengharamkan hal itu karena termasuk salah satu fitnah yang paling besar. Jangan sampai seorang laki-laki menyentuh kulit wanita yang bukan mahram atau seluruh perkara yang memancing timbulnya fitnah. Karena itu, Allah memerintahkan menundukkan panda-ngan untuk mencegah mafsadat (kerusakan) ini. Ada pun orang yang menyentuh istrinya, maka wudhunya tidak batal, sekali pun hal itu dilakukan karena syahwat. Kecuali jika sampai mengeluarkan madzi atau mani. Jika ia sampai mengeluarkan mani, maka harus mandi dan jika yang dikeluarkan adalah madzi, maka ia harus berwudhu dan mencuci dzakarnya. (Syaikh Muhammad al-‘Utsaimin)





2. Hukum Seorang Laki-laki Berjabat Tangan dengan Saudara Ipar Perempuan

Tanya : Bolehkah seorang laki-laki berjabat tangan dengan saudara ipar perempuan, jika itu dilakukan tanpa khalwat, di hadapan sanak saudara dan orang tua, yang sering kali terjadi dalam kesempatan-kesempatan seperti hari raya dan sebagainya ?

Jawab : Tidak boleh seorang laki-laki berjabat tangan dengan istri saudaranya atau istri pamannya, sebagaimana larangan berjabat tangan dengan wanita-wanita ajnabiyyah (asing bukan mahram) yang lain. Sebab, seorang laki-laki bukanlah mahram bagi istri saudaranya, dan begitu juga paman dari pihak ayah bukan mahram bagi istri keponakannya dan paman dari pihak ibu juga bukan mahram bagi isteri keponakannya. Dan begitu juga anak-anak paman bukan mahram bagi istri-istri sepupunya. Hal itu berdasar-kan sabda Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam , “Sesungguhnya, aku tidak berjabat tangan dengan wanita.” Aisyah Radhiallaahu anha berkata, “Demi Allah, tangan Rasulullah Shallallaahu’alaihi wa Salam tidak pernah menyentuh tangan wanita. Beliau tidak membai’at kaum wanita, kecuali dengan ucapan.”
Di samping itu, karena berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram bisa menjadi penyebab tim-bulnya fitnah, misalnya memandang atau yang lebih berbahaya dari itu. Adapun dengan orang-orang yang memiliki hubungan mahram, maka tidak mengapa berjabat tangan. Wallahu waliyyut taufiq. (Syaikh Abdul Aziz Ibnu Baz)

3. Hukum Berjabat Tangan dengan Wanita Ajnabiyyah (Non Mahram-adm) Jika Memakai Penutup

Tanya : Bolehkah saya berjabat tangan dengan wanita ajnabiyah jika ia mengenakan kain penutup di tangan- nya ? Apakah hukum wanita yang telah berusia lanjut sama dengan hukum wanita yang masih muda ?

Jawab : Seorang pria tidak boleh berjabat tangan dengan wanita ajnabiyah yang tidak memiliki hubungan mahram, baik jabat tangan itu dilaksa-nakan secara langsung maupun dengan menggunakan penutup tangan, karena hal itu merupakan salah satu bentuk fitnah. Sedangkan Allah Subhannahu wa Ta'ala telah berfirman,
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu suatu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk.” (Al-Isra’ : 32).
Ayat ini menunjukkan bahwa kita berkewajiban untuk meninggalkan segala sesuatu yang menghantarkan kepada perzinaan, baik berupa zina kemaluan yang merupakan zina yang paling besar atau lainnya. Tidak diragu-kan bahwa persentuhan antara tangan seorang pria dengan tangan seorang wanita ajnabiyyah bisa membangkitkan syahwat, apalagi terdapat hadits-hadits yang melarang keras tindakan tersebut dan yang menyatakan ancaman keras terhadap siapa saja yang berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahramnya. Dalam hal itu, tidak ada perbedaan antara wanita yang masih muda maupun yang sudah tua. Kita harus berhati-hati karena setiap barang bergeletakan pasti ada pemungutnya. Di samping itu, persepsi orang sering berbeda mengenai batasan wanita yang masih muda dan yang sudah tua. Bisa jadi seseorang menganggap wanita anu sudah tua, tetapi yang lain menganggap ia masih muda. (Syaikh Muhammad al-Utsaimin)

4.Berduaan dengan Wanita Ajnabiyyah adalah Haram

Tanya : Sebagian orang ada yang menganggap remeh masalah perbincangan antara seorang laki-laki dengan wanita ajnabiyyah. Misalnya, jika seseorang datang ke rumah sahabatnya, tetapi ternyata sahabatnya itu tidak ada, maka istrinya akan menemuinya dan berbincang-bincang dengannya. Ia membuka majelis serta menghidangkan kopi atau teh kepadanya. Apakah tindakan ini dibolehkan, mengingat bahwa ketika itu tidak ada seorang pun yang berada di rumah selain istri orang tersebut ?

Jawab : Seorang wanita tidak dibolehkan mengizinkan pria bukan mahram memasuki rumah suaminya, ketika suaminya bepergian, meskipun orang tersebut adalah kawan akrab suaminya dan sekalipun ia seorang yang dapat dipercaya, sebab tindakan ini merupakan khalwat (menyendiri) antara seorang pria dengan seorang wanita ajnabiyyah. Padahal disebutkan di dalam hadits, “Sungguh tidaklah seorang laki-laki menyendiri dengan seorang wanita, kecuali syetan akan menjadi pihak yang ke tiga.”
Sebaliknya, seseorang diharamkan meminta kepada istri sahabatnya agar mengizinkannya masuk rumahnya dan memperlakukannya sebagai tamu, meski ia yakin akan mampu menjaga sifat amanat dan ketaatan kepada agama, di dalam dirinya; Karena dikhawatirkan setan akan menggodanya dan mempengaruhi kedua-keduanya.
Sang suami juga berkewajiban untuk mengingatkan istrinya agar tidak memasukkan laki-laki ajnabi ke rumah, sekalipun ia kerabat si suami sendiri. Karena Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, “Janganlah kamu sekalian masuk ke rumah kaum wanita!” Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana dengan al-hamwu´(ipar)? Beliau menjawab, “Al-hamwu itu maut.”
Al-hamwu adalah saudara atau kerabat suami. Jika al-hamwu dilarang masuk ke rumah wanita, maka apalagi selainnya. (Syaikh Abdur Rahman Al-Jibrin)
5.Hukum Hubungan Sebelum Pernikahan (Pacaran)

Tanya : Bagaimana hukum tentang hubungan sebelum pernikahan ?

Jawab : Jika yang dimaksud penanya dengan “sebelum pernikahan” adalah sebelum resepsi pernikahan, tetapi setelah akad nikah (ijab), maka ini tidaklah berdosa. Sebab, dengan berlangsungnya akad nikah, maka seorang wanita telah sah menjadi istri, sekalipun belum diadakan resepsi pernikahan. Adapun jika hubungan tersebut dilakukan sebelum akad nikah, yaitu selama masa pinangan atau sebelumnya, maka diharamkan. Seorang pria tidak boleh bersenang-senang dengan bukan mahram, baik dengan berbincang-bincang, memandang atau berduaan. Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, “Jangan sekali-kali seorang pria berdua dengan seorang wanita kecuali jika wanita itu bersama mahramnya dan janganlah seorang wanita bepergian jauh, kecuali bersama mahramnya.”
Jadi jika hubungan ini dilakukan setelah akad, maka tidak berdosa, tapi jika dilakukan sebelum akad, walaupun setelah diterimanya pinangan, maka tidak dibolehkan. Pria tadi diharamkan untuk menjalin hubungan dengan wanita calon istrinya, karena ia tetap berstatus sebagai wanita ajnabiyyah sampai akad nikah keduanya dilang-sungkan.(Syaikh Muhammad al-Utsaimin)

6. Hukum Wanita Bekerja di Tempat yang Bercampur antara Pria dan Wanita

Tanya : Bolehkah seorang wanita bekerja di suatu tempat yang di dalamnya berbaur antara wanita dengan pria semata-mata karena dia tahu bahwa di tempat itu terdapat pekerja-pekerja wanita lain selain dirinya ?

Jawab : Saya berpendapat bahwa tidak boleh kaum pria bercampur baur dengan kaum wanita baik ketika bekerja sebagai pegawai pemerintah maupun swasta, juga di sekolah-sekolah negri maupun swasta. Sesungguhnya, bercampur-baurnya kaum pria dengan kaum wanita itu bisa menimbulkan berbagai mafsadat, paling tidak akan hilang perasaan malu dari kaum wanita dan akan hilang kewibawaan dari kaum pria. Sebab, jika pria dan wanita telah berbaur dalam suatu tempat, tidak ada lagi wibawa laki-laki di hadapan wanita dan tidak ada lagi rasa malu wanita kepada pria. Dan ini (berbaurnya kaum pria dan wanita) bertentangan dengan Syariah Islam dan kebiasaan kaum Salafush shalih.

Bukankah anda mengetahui, bahwa Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam menetapkan tempat khusus bagi kaum wanita jika mereka keluar ke mushalla tempat dilaksanakannya shalat Ied. Mereka tidak bercampur baur dengan kaum pria. Sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih, bahwa seusai berkhutbah di hadapan kaum pria, beliau turun dari mimbar dan pergi ke tempat berkumpulnya kaum wanita. Beliau menyampaikan ta’lim dan taushiyah kepada mereka. Ini menunjukkan, bahwa mereka tidak mendengar khutbah Nabi Shallallaahu’alaihi wa Salam atau andaikata mendengar, mereka belum memahami apa yang mereka dengar dari Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam .

Selain itu, bukankah anda mengetahui bahwa Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, “Sebaik-baik shaf wanita adalah yang paling akhir dan seburuk-buruknya adalah yang paling depan, sedangkan sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang paling depan dan seburuk-buruknya yang paling belakang.”
Itu tidak lain karena shaf wanita yang paling depan itu berdekatan dengan shaf laki-laki, maka merupakan seburuk-buruk shaf dan shaf wanita yang paling akhir itu jauh dari shaf laki-laki, maka merupakan sebaik-baik shaf.

Jika ada ketentuan semacam ini di dalam ibadah yang dilaksanakan secara bersama-sama, maka bagaimana pula pendapat anda jika hal ini terjadi di luar ibadah? Merupakan hal yang dimak-lumi bahwa ketika beribadah manusia berada dalam keadaan yang paling jauh dari keterkaitan dengan nafsu seksual. Bagaimana jika campur-baur itu terjadi di luar ibadah? Sesungguhnya syetan itu mengalir di dalam tubuh anak Adam sebagaimana aliran darah, maka tidak mustahil jika terjadi fitnah dan keburukan besar disebabkan oleh pencampurbauran antara pria dan wanita ini. Saya himbau kepada saudara-saudara kami agar mereka menghindari ikhtilath (bercampur baur pria dan wanita yang bukan mahram). Hendaklah mereka mengetahui, bahwa hal itu merupakan salah satu hal yang sangat berbahaya bagi kaum pria. Sebagai-mana sabda Rasul Shallallaahu alaihi wa Salam , “Aku tidak meninggalkan sesudahku, suatu fitnah yang lebih berbahaya bagi pria dibanding dengan fitnah wanita.”
Alhamdulillah, kita kaum muslim mempunyai ciri khas tersendiri yang membedakan kita dari golongan selain kita. Kita harus memuji Allah yang telah mengaruniakan ciri khas tersebut kepada kita.

Kita harus mengetahui, bahwa kita mengikuti syari’ah Allah Yang Maha Bijaksana, yang Mengetahui apa yang baik bagi para hamba dan bagi suatu negri. Kita juga harus mengetahui, bahwa barangsiapa lari dari jalan Allah Subhannahu wa Ta'ala dan dari syariah Allah, maka mereka itu berada dalam kesesatan dan akhirnya mereka akan menjumpai kebinasaan. Kita memohon kepada Allah agar melindungi negri kita dan negri-negri kaum muslimin dari segala keburukan dan fitnah. (Syaikh Abdul Aziz Ibnu Baz)

Sumber : Buletin “Fatawa an-Nazhar wa al-Khalwah” Lembaga fatwa dan Riset Arab Saudi.